Rabu, 15 Desember 2010

Kopi Aroma


Kopi Aroma
Perkebunan kopi di Indonesia adalah buah ekspansi Belanda. Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch, ketika itu menerapkan sistem tanam paksa pada abad ke 18. seperlima lahan pertanian, harus ditanami komoditas yang menguntungkan bagi pasar Eropa.
Tanah Jawa adalah salah satu wilayah penghasil kopi terbaik pada waktu itu. Termasuk di Jawa Barat. Di tanah Priangan, kopi menjadi komoditas menguntungkan. Dalam waktu empat puluh tahun, Belanda berhasil menarik 832 juta gulden dari tanaman ini.

Kopi Jawa betul-betul berjaya pada masa itu. Masa keemasan yang ingin dikembalikan oleh pabrik kopi Aroma.
Bandung memang kaya dengan bangunan bergaya art deco. Gedung-gedung inilah saksi bisu, bagaimana penjajahan yang terjadi di Indonesia. Tahun 1930-an, Bandung memang dijadikan sebagai basis kekuatan bagi bangsa Belanda. Di kota ini banyak dibuka kebun-kebun yang menunjang bagi perdagangan bangsa-bangsa Eropa pada waktu itu, termasuk kopi.
Kopi Aroma adalah salah satu usaha dagang yang sudah ada di jaman ini dan masih bertahan hingga sekarang. Lokasi pabrik pun masih tetap sama, di sudut Jalan Pecinan Lama, Banceuy, Bandung.
Kekunoannya masih tetap dipertahankan. Tidak ada yang berubah seperti delapan puluh tahun lalu. Hanya pemilik dan pekerja yang sudah berganti generasi. Masa emas  kopi Aroma terjadi ketika perusahaan dibawah kendali Tan Houw Sian. Kini usaha dialihkan ke putranya, Widya Pratama. Kopi Aroma sudah mengalami dua generasi kepemimpinan.
Pemilihan Kopi
Tradisi pabrik kopi Aroma masih dijaga hingga sekarang, terutama dalam hal pemilihan bahan baku. Biji kopi yang dipilih adalah kopi yang memiliki mutu terbaik alias kelas satu. Pabrik kopi Aroma lebih memilih kopi yang berasal dari daerah Lebak Muncang, Ciwidey. Karena di daerah itu ditanam kopi Arabika Jawa, lebih dikenal dengan kopi Jawa.
Dari jaman Belanda, Lebak Muncang dikenal sebagai penghasil kopi kelas wahid di Jawa Barat. Daerah perbukitan ini memang memenuhi syarat untuk menghasilkan kopi terbaik. Memiliki ketinggian seribu meter di atas permukaan laut, bersuhu sedang.
Mutu kopi ditentukan sejak awal penanaman. Bibit kopi harus baik dan sehat. Perlakuan terhadap tanaman kopi pun berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya. Kopi yang baik adalah menggunakan bahan-bahan alami dalam perawatannya, termasuk penggunaan pupuk.
Masa panen kopi adalah selama enam bulan tanpa henti dalam kurun satu tahun. Buah kopi yang sudah merah yang boleh dipetik. Proses pemetikannya pun harus satu-satu. Kebiasaan yang menentukan mutu kopi.
Proses Produksi
Pabrik kopi Aroma tetap membeli kopi dari petani dalam bentuk biji kopi kering. Biji-biji kopi Arabika ini tak bisa langsung diolah. Biji kopi harus kembali dikeringkan dengan cara dijemur. Panas matahari tidak pernah tergantikan oleh mesin oven. Sinar ultra violet dari mataharilah yang membuat biji kopi lebih tahan lama dan aromanya tetap terjaga.
Proses penjemuran biasanya dilakukan ketika musim kemarau. Pada musim ini, para pekerja harus bekerja ekstra untuk mengeringkan biji kopi. Karena ketika musim hujan, mereka tak bisa menjemur biji kopi.
Biji kopi yang sudah kering disimpan dalam karung goni. Karena karung ini memberi sirkulasi udara yang baik. Dan kopi pun tak lembab. Biji-biji kopi Arabika ini harus menunggu hingga delapan tahun, dan kopi Robusta lima tahun untuk bisa diolah. Proses ini dinamakan fermentasi, untuk menurunkan kadar kafein dan tingkat keasaman kopi. Proses inilah yang menentukan aroma dan cita rasa kopi kelas satu.
Biji kopi yang sudah difermentasi baru bisa masuk ke proses selanjutnya. Biji kopi mulai disangrai. Harus matang tapi tidak boleh hangus. Menggunakan bola besi yang sudah dimodifikasi menjadi wadah inilah proses sangrai dilakukan. Bola ini harus terus diputar agar panasnya merata di tiap sisi. Proses menggerakkannya pun menggunakan mesin listrik.
Demi mutu kelas satu, ada beberapa hal yang tak boleh diganti. Kayu bakar yang digunakan harus kayu karet. Alasannya, kayu ini yang menghasilkan bara api merata dan ini cocok sekali untuk memasak kopi.
Proses sangrai memakan waktu hingga dua jam. Selama itu, api tidak boleh padam dan juga tidak boleh terlalu besar. Widya sendiri mengontrol proses ini. Pengalaman dan dedikasinyalah yang menjadi penentu mutu kopi yang dihasilkan.
Biji kopi yang sudah mengeluarkan aroma dan berwarna gelap harus segera diangkat dan dipindahkan ke wadah yang rata. Pekerja segera mebolak-balikan biji kopi agar cepat dingin. Biji kopi matang masuk mesin pemisah berat. Mesin ini sudah uzur, tapi masih mampu bekerja untuk memisahkan biji kopi sesuai beratnya.

Setelah itu, biji kopi diayak, untuk memisahkan biji kopi dengan kulitnya. Tak lagi mengandalkan tnaga manusia, tapi sudah menggunakan mesin.  Kopi pun siap digiling menjadi bubuk. Pabrik menggunakan mesin penggilingan baru, tapi tetap saja mesin-mesin lama masih digunakan.

Pegawai-pegawai di toko sibuk mengemas bubuk kopi. Kemasannya pun masih tradisional, menggunakan kertas berbahan dasar daun. Ada tiga pilihan berat kemasan: 250 gram, 500 gram dan 1 kilogram.

Tak Pelit Ilmu
Widya Pratama memang sibuk dengan urusan pabrik dan pengajar di fakultas ekonomi Univ. Padjadjaran. Tapi/ ia tidak pelit ilmu. Dengan senang hati, Widya memberikan saran kepada para pembeli. Dan lagi-lagi, para pembeli diperkenankan masuk ke pabrik untuk melihat langsung proses  produksi.

Dari Widya kita belajar, bahwa kopi tak lekang ditelan jaman. Termasuk penggemarnya, ia tak akan habis dimakan modernisasi. Tapi, penjaga tradisi seperti Widya Pratama tak banyak lagi. Perlu kerja keras dan dedikasi tinggi. Nasib tradisi terbaik seperti ini ada di tangannya. Apakah ia akan mewariskannya, atau membiarkannya hilang bersama jaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar